SAP dan Pertamina-1: Key Success Factor saat implementasi Standard Software


Ini adalah diskusi saya dengan Bapak Bambang Harymurti (Pimpinan Redaksi dan Perusahaan) Majalah Tempo tentang kasus „SAP dan Pertamina“ di milis IASI (Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia di Jerman).

 

Tentu saja ada edit disana-sini untuk membuat diskusinya nyaman diikuti oleh para pembaca tanpa merubah esensi dari diskusi. Selamat menikmati…

 

XXX

 

Dimulai dengan statement 1 kalimat dari Pak Bambang yang menggelitik dan „menyentil“ persoalan implementasi SAP di Pertamina.

 

Pak Bambang Harymurti: „…Padahal kasih aja perusahaan itu sistem SAP terbaru, pasti ketika migrasi langsung klenger seperti pertamina ha ha ha…piiis…“

 

XXX

 

SAP dan Pertamina-1: Key Success Factor implementasi sebuah Standard Software

 

Komputerisasi bukanlah “kantong ajaib Doraemon” —teringat film kanak-2 sepuluh tahunan yang lalu, yang apapun keinginan “Nobita” (baca: client) pasti akan diselesaikan secara sempurna, detik itu juga. Saya kompeterisasi bukanlah seperti itu.

Selalu ada faktor kegagalan dan kesalahan teknis disana. Jangankan kasus business process design pake platform SAP NetWeaver atau IBM WebSphere misalkan, atau yang complicated lainnya termasuk kasus Pertamina di dalamnya. Ketika meng-install operation system Windows saja yang begitu sederhana kadang-2 bisa berubah menjadi Nightmare. Tiba-2 shut down dan kita kehilangan seluruh data kita di laptop kita.

Ada banyak variable saat komputerisasi diterapkan:

1. Integrasi Basis System/Teknologi System
Ini menyangkut keprofesional dan kompetensi para pakar IT konsultan saat mendesain sistem terintegrasi.

2. Intergrasi Data Base Management
Ini menyangkut kompetensi para data-base konsultan plus para eksekutif perusahaan yang terlibat langsung dengan penyediaan data tersebut.

a. GIGO: Gold in Gold out
b. GIGO: Garbage in Garbage out

GIGO yang mana yang akan dipilih, itu amat tergantung kompetensi para eksekutif perusahaan bersangkutan dalam menyediakan datanya.

3. Integrasi Process Management
Ini menyakut kompetensi para konseptor dalam mendiagnosa persoalan riil yang terjadi dan membuat blue print business process design serta kejujuran para ekesekutif perusahaan mendeskripsikan persoalan yang terjadi sesungguhnya.

4. Integrasi SDM dan Organisasi
Ini menyangkut apakah nanti pihak-2 yang akan melakukan eksekusi terhadap sistem baru punya keiningan untuk berubah, bersedia untuk melakukan learning process, lebih dari itu menyatu dalam spirit good corporate government. Ini menyangkut seluruh SDM yang terkait dengan perusahaan.

Hubungan antara para Konsultan IT/Manajemen, dengan Software provider (seperti SAP, Oracle, Microsoft) dengan Perusahaan Client itu ibarat Dokter, Resep Obat dengan Pasien.

Resep apapun yang diberikan dokter. Saran apapun yang diberikan dokter. Jika si pasien minum obatnya ngawur, tetap senang ke dugem dan tidur malem, maka sakit pasti makin parah.

Dengan cacatan, itu klo sang Dokternya sudah akurat meng-diagnosa dan sudah tepat memberi resep.

Lha bagaimana jika dokter salah diagnosa dan salah memberi resep? Nightmare atau kegagalan dalam komputerisasi bisa saja terjadi karena kesalahan:

Bisa salah sang dokter (konsultan system IT/manajemen) dalam menganalisa, bisa salah dokter memberi resep atau obat (mungkin harusnya obatnya SAP, tapi malah yang dikasih Orcale, atau sebaliknya), bisa juga karena si pasien yang ogah-2 an minum obatnya (baca: tidak serius dalam fase integration people and organisasi seperti yang saya tulis diatas).

Salam hangat,

München, 25.03.09

Dari Tepian Lembah Sungai Isar

 

Ferizal Ramli

Tinggalkan komentar